PENCIPTAAN DAN ALAM SEMESTA
( HARUN YAHYA )
Oleh: Moedji Raharto
Kepala Observatorium Boscha, Lembang, Bandung Guru Besar pada Jurusan Astronomi ITB
Kepala Observatorium Boscha, Lembang, Bandung Guru Besar pada Jurusan Astronomi ITB
Alam semesta adalah fana. Ada penciptaan, proses
dari ketiadaan menjadi ada, dan akhirnya hancur. Di antaranya ada penciptaan
manusia dan makhluk hidup lainnya. Di sana
berlangsung pula ribuan, bahkan jutaan proses fisika, kimia, biologi dan
proses-proses lain yang tak diketahui.
Dalam buku Penciptaan Alam Raya
karya Harun Yahya ini penulis memperkokoh keyakinan akan terintegrasinya
pemahaman Islam dan pemahaman manusia (ilmuwan) tentang asal muasal alam
semesta. Adapun pertemuan pemahaman ayat Al Quran dan sains astronomi adalah
bahwa alam semesta ini berawal dan berakhir; dan Al Quran lebih jauh memberi petunjuk
bahwa alam semesta mempunyai Dzat Pencipta (Rabbul alamin). Fenomena
ini diharapkan menjadi pembuka jalan dan pemicu integrasi Islam dalam kehidupan
manusia.
Seperti buku-buku Harun Yahya lainnya,
penulis mengungkapkan renik-renik kehebatan, kemegahan, keindahan, keserasian,
dan kecanggihan sebuah sistem di alam semesta, dan mengakhiri dengan
pertanyaan: Apakah sistem yang demikian serasi terjadi dengan sendirinya, tanpa
Yang Maha Perencana dan Yang Maha Pencipta? Eksplorasi semacam ini menggugah kecerdasan
spiritual manusia, mendekatkan seorang muslim dengan khalik-Nya.
Mari kita berbincang sedikit mengenai
alam semesta ini.
Bumi dan Planet-Planet Lainnya
Dimulai dari planet Bumi: sebuah wahana
yang ditumpangi oleh bermiliar manusia. Kecerdasan spiritual manusialah yang
akan memberi makna perjalanan di alam semesta ini; perjalanan antargenerasi
selama bermiliar tahun tanpa tujuan akhir yang diketahui pasti, yang gratis dan
tak berujung, hingga waktu kehancurannya tiba.
Namun Bumi masih terlalu kecil
dibandingkan Matahari, sebuah bola gas pijar raksasa, lebih dari 1.250.000 kali
ukuran Bumi dan bermassa 100.000 kali lebih besar. Bumi yang tak berdaya,
tertambat oleh gravitasi, terseret Matahari mengelilingi pusat Galaksi lebih
dari 200 juta tahun untuk sekali edar penuh. (Lalu apa rencana secercah
kehidupan kita dalam pengembaraan panjang ini? Sangat sayang bila kita tidak
sempat melihat kosmos hari ini. Sangat sayang kita tidak berencana sujud dan
berserah kepada Tuhan Yang Mahakuasa.)
Pengiring Matahari lainnya adalah
planet Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, Pluto,
asteroid, komet dan sebagainya. Ragam wahana dalam tata surya itu berupa sosok
bola gas, bola beku, karang tandus yang sangat panas; semuanya tak terpilih
seperti planet Bumi. (Lalu, mengapa wahana yang tersebar di alam semesta yang
sangat luas itu tak semuanya mudah atau layak dihuni oleh kehidupan?)
Putaran demi putaran waktu berlalu,
kehancuran wahana bermiliar manusia akan menghampiri perlahan tapi pasti. Namun,
berbagai pertanyaan manusia tentang misteri alam semesta masih belum atau tak
berjawab. Berbagai upaya rasionalitas manusia telah dikerahkan dan pengetahuan
bertambah, namun misteri alam semesta itu terus menjadi warisan bagi generasi
berikutnya.
Penjelajahan akal manusia mendapatkan
fakta-fakta penyusun alam semesta, mulai dari dunia atom, planet, tata surya,
hingga galaksi dan ruang alam semesta yang berbatas galaksi-galaksi muda.
Dengan itu, pengetahuan manusia merentang dalam dimensi panjang 10-13
hingga 1026 meter, yang merupakan batas fakta-fakta yang dapat
diperoleh dalam dunia sains. Pada abad ke-21 manusia masih berambisi untuk
menyelami dunia 10-35 meter (skala panjang Planck) atau 10-20
kali lebih kecil dari penemuan skala atom pada dekade pertama abad ke-20.
Begitu pula dimensi lainnya seperti waktu, energi, massa , rentangnya meluas dari yang lebih
kecil dan lebih besar.
Tentang rentang waktu alam semesta,
manusia mendefinisikan berbagai zaman (dan zaman transisi di antaranya): Zaman
Primordial, ketika usia alam semesta antara 10-50 hingga 105
tahun, Zaman Bintang, (106 - 1014 tahun), Zaman Materi
Terdegenerasi, (1015 - 1039 tahun), Zaman Black Hole, (1040
- 10100 tahun), Zaman Gelap ketika alam semesta menghampiri
kehancurannya dan Zaman Kehancuran Alam Semesta, ketika materi meluruh. Tanpa
fakta-fakta dan ilmu yang diketahui manusia (atas izin Allah), akhirnya manusia
hanya bisa berspekulasi dan tak bisa mendefenisikan berbagai keadaan, misalnya
sebelum kelahiran alam semesta dan setelah kehancuran.
Penjelajahan akal manusia bisa
menggapai penaksiran hal-hal berikut: jumlah partikel (di Matahari 1060
atau di Bumi 1050), energi ikat (antara Bumi dan Matahari sebesar 1033
Joule), energi radiasi matahari sebesar 1026 watt, energi Matahari
yang diterima Bumi sebesar 1022 Joule, energi yang diperlukan
manusia per tahun sebesar 1020 Joule, energi penggabungan inti atom,
fissi 1 mol Uranium sebesar 1013 Joule, energi yang dihasilkan 1 kg
bensin sebesar 108 Joule. Sebuah anugerah yang besar bagi manusia, walaupun
melalui proses yang panjang.
Deskripsi dan Model Alam Semesta
Kesan umum luas dan megahnya alam
semesta diperoleh penghuni Bumi dengan memandang langit malam yang cerah tanpa
cahaya Bulan. Langit tampak penuh taburan bintang yang seolah tak terhitung
jumlahnya. Struktur dan luas alam semesta sangat sukar dibayangkan manusia, dan
progres persepsi dan rasionalitas manusia tentang itu memerlukan waktu
berabad-abad.
Deskripsi pemandangan alam semesta pun
beragam. Dulu alam semesta dimodelkan sebagai ruang berukuran jauh lebih kecil
dari realitas seharusnya. Ukuran diameter Bumi (12.500 km) baru diketahui pada
abad ke- 3 (oleh Eratosthenes), jarak ke Bulan (384.400 km) abad ke-16 ( Tycho
Brahe, 1588), jarak ke Matahari (sekitar 150 juta km) abad ke-17 (Cassini,
1672), jarak bintang 61 Cygni abad ke-19 , jarak ke pusat Galaksi abad ke-20
(Shapley, 1918), jarak ke galaksi-luar (1929), Quasar dan Big Bang (1965).
Perjalanan panjang ini terus berlanjut antargenerasi.
Benda langit yang terdekat dengan bumi
adalah bulan. Gaya
gravitasi bulan menggerakkan pasang surut air laut di bumi, tak henti-hentinya
selama bermiliar tahun. Karena periode orbit dan rotasi Bulan sama, manusia di
Bumi tak pernah bisa melihat salah satu sisi permukaan Bulan tanpa bantuan
teknologi untuk mengorbit Bulan. Rahasia sisi Bulan lainnya, baru didapat
dengan penerbangan Luna 3 pada tahun 1959.
Pada siang hari, pemandangan langit
sebatas langit biru dan matahari atau bulan kesiangan; sedang di saat fajar dan
senja, langit merah di kaki langit timur dan barat. Interaksi cahaya matahari
dengan angkasa Bumi melukiskan suasana langit yang berwarna warni.
Matahari sendiri adalah satu di antara
beragam bintang di Galaksi. Ada
bintang yang lebih panas dari Matahari (suhu permukaan Matahari 5.800o
K), seperti bintang panas (bisa mencapai 50.000oK) yang memancarkan
lebih banyak cahaya ultraviolet-cahaya yang berbahaya bagi kehidupan. Ada bintang yang lebih
dingin, lebih banyak memancarkan cahaya merah dan inframerah dibandingkan
cahaya tampak yang banyak dipergunakan manusia.
Manusia bisa mencapai batas-batas
pengetahuan alam semesta yang luas, mengenal ciptaan Allah yang tidak pernah
dikenali di muka bumi seperti Black Hole, bintang Netron, Pulsar,
bintang mati, ledakan bintang Nova atau Supernova, ledakan inti galaksi dan
sebagainya. Akan tetapi, berbagai fenomena yang sangat dahsyat itu tak mungkin
didekatkan dengan mahluk hidup yang rentan terhadap kerusakan. Walau demikian,
ada jalan bagi yang ingin bersungguh-sungguh menekuninya.
Dengan Sains Menangkap Realitas
Alam Semesta
Pemahaman manusia tentang alam semesta
mempergunakan seluruh pengetahuan di bumi, berbagai prinsip-prinsip,
kepercayaan umum dalam sains (seperti ketidakpastian Heisenberg tentang
pengukuran simultan dimensi ruang dan waktu), serta berbagai aturan untuk
keperluan praktis. Melalui sebuah kerangka besar gagasan yang menghubungkan
berbagai fenomena (teori relativitas umum, teori kinetik materi, teori
relativitas khusus) coba dikemukakan satu penjelasan. Berbagai hipotesa,
gagasan awal atau tentatif dikemukakan untuk menjelaskan fenomena. Tentu
gagasan tersebut masih perlu diuji kebenarannya untuk dapat dikatakan sebuah
hukum.
Dunia fisika membahas konsep energi,
hukum konservasi, konsep gerak gelombang, dan konsep medan . Pembahasan Mekanika pun sangat luas,
dari Mekanika klasik ke Mekanika Kuantum Relativistik. Mekanika Kuantum
Relativistik mengakomodasi pemecahan persoalan mekanika semua benda, Mekanika
kuantum melayani persoalan mekanika untuk semua massa yang kecepatannya kurang dari kecepatan
cahaya. Mekanika Relativistik memecahkan persoalan mekanika massa yang lebih besar dari 10-27
kg dan bagi semua kecepatan. Mekanika Newton (disebut juga mekanika klasik)
menjelaskan fenomena benda yang relatif besar, dengan kecepatan relatif rendah,
tapi juga bisa dipergunakan sebagai pendekatan fenomena benda mikroskopik.
Mekanika statistik (kuantum klasik)
adalah suatu teknik statistik untuk interaksi benda dalam jumlah besar untuk
menjelaskan fenomena yang besar, teori kinetik dan termodinamik. Dalam
penjelajahan akal manusia di dunia elektromagnet dikenal persamaan Maxwell
untuk mendeskripsikan kelakuan medan
elektromagnet, juga teori tentang hubungan cahaya dan elektromagnet. Dalam
pembahasan interaksi partikel, ada prinsip larangan Pauli, interaksi gravitasi,
dan interaksi elektromagnet. Medan menyebabkan gaya ; medan-gravitasi menyebabkan gaya
gravitasi, medan-listrik menyebabkan gaya
listrik dan sebagainya. Demikianlah, metode sains mencoba dengan lebih cermat
menerangkan realitas alam semesta yang berisi banyak sekali benda langit (dan
lebih banyak lagi yang belum ditemukan).
Pengetahuan tentang luas alam semesta
dibatasi oleh keberadaan objek berdaya besar, seperti Quasar atau inti galaksi,
sebagai penuntun tepi alam semesta yang bisa diamati; selain itu juga dibatasi
oleh kecepatan cahaya dan usia alam semesta (15 miliar tahun). Itulah sebabnya
ruang alam semesta yang pernah diamati manusia berdimensi 15-20 miliar tahun
cahaya. Namun, banyak benda langit yang tak memancarkan cahaya dan tak bisa
dideteksi keberadaannya, protoplanet misalnya. Menurut taksiran, sekitar 90%
objek di alam semesta belum atau tak akan terdeteksi secara langsung.
Keberadaannya objek gelap ini diyakini karena secara dinamika mengganggu orbit
objek-objek yang teramati, lewat gravitasi.
Berbicara tentang daya objek, dalam
kehidupan sehari-hari ada lampu penerangan berdaya 10 watt, 75 watt dan
sebagainya; sedangkan Matahari berdaya 1026 watt dan berjarak satu
sa* dari Bumi, menghangatinya. Jika kita lihat, lampu-lampu kota dengan daya lebih besarlah yang tampak
terang. Menurut hukum cahaya, terang lampu akan melemah sebanding dengan jarak
kuadrat, jadi sebuah lampu pada jarak 1 meter tampak 4 kali lebih terang
dibandingkan pada jarak 2 meter, dan apabila dilihat pada jarak 5 meter tampak
25 kali lebih redup.
Maka, kemampuan mata manusia mengamati
bintang lemah terbatas. Ukuran kolektor cahaya juga akan membatasi skala terang
objek yang bisa diamati. Untuk pengamatan objek langit yang lebih lemah dipergunakan
kolektor atau teleskop yang lebih besar. Teleskop yang besar pun mempunyai
keterbatasan dalam mengamati obyek langit yang lemah, walaupun berhasil
mendeteksi obyek langit yang berjuta atau bermiliar kali lebih lemah dari
bintang terlemah yang bisa dideteksi manusia. Pertanyaan lain muncul: Apakah
semua objek langit bisa diamati melalui teleskop? Berapa banyak yang mungkin
diamati dan dihadirkan sebagai pengetahuan?
Makin jauh jarak galaksi, berarti
pengamatan kita juga merupakan pengamatan masa silam galaksi tersebut. Cahaya
merupakan fosil informasi pembentukan alam semesta yang berguna, dan manusia
berupaya menangkapnya untuk mengetahui prosesnya hingga takdir di masa depan
yang sangat jauh, yang akan dilalui melalui hukum-hukum alam ciptaan-Nya. Pengetahuan
kita tentang hal tersebut sangat bergantung pada pengetahuan kita tentang hukum
alam ciptaan-Nya; sudah lengkap dan sudah sempurnakah, ataukah baru sebagian
kecil, sehingga mungkin bisa membentuk ekstrapolasi persepsi yang salah?
Sampai di batas mana manusia bisa
membayangkan dan menjangkaunya? Bagaimana kondisi awal, bagaimana kondisi
sebelumnya, bagaimana kondisi 5 miliar tahun ke depan, bagaimana kondisi 50
miliar tahun ke depan dan seterusnya? Apakah pengetahuan agama akan memberi
jawaban atas berbagai pertanyaan tersebut? Alam semesta yang megah akan runtuh,
akan hancur, tapi entah bagaimana prosesnya, dan ada apa setelah kehancuran
itu? Kita kembali kepada Allah untuk mencari jawaban-Nya, karena Dia adalah zat
Maha Mengetahui atas segala ciptaan-Nya, dan manusia hanya diberi
pengetahuan-Nya sedikit.
Khatimah
Begitulah, melalui sains manusia
mencoba dideskripsikan apa dan bagaimana proses fenomena alam bisa terjadi
dalam konteks eksperimen dan pengamatan, dengan parameter yang bisa diamati dan
diukur. Agama memperluas spektrum makna alam semesta bagi manusia tentang
kehadiran benda-benda alam semesta, kehidupan dan manusia. Jawaban singkat
tentang pertanyaan Siapa pencipta alam semesta beserta hukum-hukum alamnya:
Allah adalah zat yang Maha Pencipta. Agama memperluas pengetahuan yang dicakup
oleh metodologi sains dan rasionalitas manusia seperti berkenalan dengan alam
gaib, akhirat dan sebagainya. Namun begitu, rupanya berbagai pertanyaan manusia
tentang misteri alam semesta di sekitar planet Bumi masih banyak yang belum
terjawab atau mungkin tak berjawab hingga kehancuran Bumi.
Wallahu a'lam bishawwab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar