Kamis, 26 April 2012

GERAKAN MAHASISWA DIJERAT ROMANTISME SEJARAH


Kita bayangkan kekuatan mahasiswa bersatu dengan gerak juang yang sistematis dan terukur.Tujuan seluruh komponen sama,yakni perubahan yang lebih baik.Hanya perdebatan jalan mana yang lebih efektif dan efisen yang seringkali jadi hambatan.Bahkan,beberapa kawan seenaknya bicara revolusi tanpa tahu makna yang diucapkan.Gerakan mahasiswa bukan dewa serba bisa.Karena keterbatasan itu pulalah,maka mahasiswa perlu mengkontekskan gerakannya dalam geliat zaman.Perlunya kritik dan otokritik terus menerus terhadap pilihan-pilihan yang diambil.dengan begitu,menjadi benar kata orang bijak,bahwa gerakan mahasiswa adalah anak pada zamannya.Artinya,setiap zaman memiliki masa dan penyesuaian dengan pola-pola gerakan yang juga berkembang.Jika pola penindasan lebih berkembang daripada pola gerak aktor perubahannya,maka apa yang mau diharapkan dari mahasiswa ?
Bernard Shaw pernah berujar “progress is impossible without cange,and those who cannot change their minds cannot change anything. Setiap zaman mengandung tantangan yang berbeda dikarenakan zaman yang terus berubah.Setiap perubahan tentunya menyiratkan pesan bahwa kemampuan adaptasi adalah kunci keberhasilan.Dalam catatan sejarah,gerakan mahasiswa di Indonesia selalu berada dalam barisan depan dalam perubahan sosial.Namun,ada sebuah kegelisahan yang hinggap dalam tubuh gerakan mahasiswa.Konsep dan metode gerakan yang dilakukan dianggap belum mampu menyesuaikan tantangan zaman.Mahasiswa terjebak romantisme sejarah sehingga kurang kreatif melihat dan meramu strategi. Aksi-aksi jalanan dan tuntutan penggulingan rezim selalu menjadi rumus tunggal dalam merespon sebuah persoalan.
Setiap rentetan periode gerakan adalah anak pada zamannya. Tahapan sejarah gerakan mahasiswa selalu menghadirkan sebuah tantangan yang membutuhkan metode baru.Albert Einstein mengatakan bahwa “we cannot solve problems by using the same kind of thinking we used when we created them”.Artinya,perlu sebuah gagasan-gagasan kreatif untuk keluar dari penyelesaian dengan cara-cara konvensional yang pada setiap zaman harus dirubah. Gerakan mahasiswa sebelum merubah masyarakat juga dituntut untuk mereformasi dirinya. Saat ini adalah era dimana gerakan mahasiswa mengalami titik nadir. Indikasinya adalah semakin jauhnya masyarakat bahkan mahasiswa sendiri sebagai pihak-pihak yang selalu diatasnamakan dalam tiap aksi.
Periode gerakan mahasiswa di Indonesia memang menyiratkan tantangan –tantangan yang berbeda tiap zamannya. Angkatan 1908,berhasil merangsang organisasi-organisasi berbentuk modern. Tantanganya adalah bagaimana cara menyamakan frame ke-indonesiaan pada organisasi yang pada saat itu kental dengan semangat tribalisme.Angkatan 1928 berhasil memberikan identitas nasional dengan persatuan pemuda-pemudi Indonesia. Era ini membuat mahasiswa mulai berpikir dan bergerak secara bersama-sama untuk merdeka. Era 1945 memberikan kita kemerdekaan yang masih diwarnai friksi antar golongan tua dan muda dalam memandang momentum pencapaian kemerdekaan. Begitu pula tahun 1966 dan 1998,tantangan yang muncul adalah rezim yang otoriter dan sekarang di era demokratisasi tentunya tantangan yang ada harus disikapi dengan cara-cara yang sesuai dengan semangat zaman.
Tantangan gerakan mahasiswa pada era ini bisa kita kategorikan menjadi eksternal dan internal.Era ini adalah zaman globalisasi dan demokratisasi. Pengaruh globalisasi menyebabkan masalah yang dulu dihadapi dalam lingkup lokal maupun regional,kini menjadi satu kesatuan masalah global.Belum lagi arus budaya hedonisme begitu merasuk ke dalam perilaku mahasiswa kita.Ditambah lagi,gerakan mahasiwa harus mampu bergerak tidak hanya sebagai gerakan intelektual namun juga harus bisa membasis. Paradigma pemberdayaan masyarakat harus menjadi acuan agar tidak jauh dari rakyat. Aksi-aksi jalanan yang miskin konsep bukannya menjadi kurang relevan,melainkan disesuaikan dengan kebutuhan gerakan.Sehingga ketika semua berjalan baik,maka citra dan kepercayaan masyarakat akan kembali diletakkan di tangan mahasiswa.
Sedangkan dari internal sendiri kita bisa lihat bagaimana polarisasi yang membuat terpecah-pecahnya mahasiswa, kapitalisasi gerakan yang berorientasi modal dan keuntungan, lemahnya kaderisasi, intervensi senior, inkonsistensi perkataan dan perbuatan, minimnya kreatifitas kemandirian dana,tidak mampu menjaga independensi dan selalu menggunakan metode-metode yang reaktif. Kedua tantangan baik eksternal maupun internal jika tidak disikapi bisa menyebabkan krisis kepercayaan pada gerakan mahasiswa dan disorientasi gerakan.
Pencarian solusi selalu menyiratkan kritik dan otokritik. Gerakan mahasiswa harus terus menerus mereformasi diri,menambal lubang-lubang kelemahan dan keluar dari jebakan pikiran konvensional untuk mencari solusi kritis. Ada empat model gerakan yang bisa ditawarkan untuk menghadapi tantangan hari ini. Pertama,gerakan intelektual. Aktivis mahasiswa adalah aktor intelektual yang bergerak dengan intelek pula. Mengadakan kegiatan-kegiatan intelek seperti seminar,diskusi,kelompok-kelompok kajian yang mengupayakan solusi pemecahan buat masalah yang dihadapi. Hasil-hasil kajian inteektual bisa juga dijadikan sumber dana yang legal apakah dijadikan buku atau tulisan di media massa.Jika kemandirian dana bisa terwujud,intervensi dan tarikan kepentingan tidak akan mengganggu fokus gerakan mahasiswa.
Kedua,gerakan kultural. Mahasiswa harus membumi dan bekerja bersama rakyat. Advokasi dan kegiatan bersama masyarakat harus menjadi pilihan. Dalam jangka panjang masyarakat akan mau bergerak dengan aksi-aksi mahasiswa. Ketiga,gerakan struktural. Selama ini gerakan mahasiswa selalu vis a vis dengan negara. Namun,sebenarnya bekerja sama dengan insitusi negara untuk mendukung kerja-kerja gerakan sudah saatnya dijadikan opsi. Bagaimanapun sebuah gerakan tidak akan efektif jika tidak bekerja sama dengan pihak-pihak yang berkepentingan.Keempat,gerakan massa. Ketika aspirasi tidak lagi didengar,maka aksi massa menjadi alat yang sah dalam menyampaikan aspirasi. Aksi massa yang dialakukan hendaknya melibatkan elemen-elemen lain seperti massa buruh, tani, nelayan, pedagang, miskin kota, perempuan dan elemen-elemen lain.
Selain itu,gerakan mahasiswa juga seharusnya melakukan spesialisasi gerakan.Sejak di organisasi,mulai dipilah mana kader politik,kader organisatoris,kader ideologis dan kader yang ingin bergerak di bidang non politik ,seperti wirausaha.Ini agar kekuatan aktor perubahan tidak terpusat hanya di ranah politik.Namun,juga harus ada dan menguasai kekuatan ekonomi,seni,budaya,sosial,dan lainnya.Sehingga sinergisitas antar komponen bisa lebih terasa dalam membuat sebuah move.Kader intelektual dibina secara khusus dengan mentor yang telah disiapkan.Secara serius kaderisasi adalah harga mati bagi hidup mati sebuah organisasi gerakan.
Melihat kondisi kekuatan politik di Indonesia,satu-satunya tools yang masih sangat pantas dilirik adalah merebut dan merevolusi partai politik.Aktivis mahasiswa harus mampu melihat bahwa partai bukan harus disikapi secara antipati.Tetapi dilihat sebagai tools.Artinya,partai jika dikelola orang-orang yang memang memiliki idealisme,tentunya akan berjalan di rel yang benar.Partai harus direbut karena di negara ini,semua kebijakan hampir lahir dari pemikiran kader-kader partai.Baik itu kader eksekutif dan legislatif.Dengan begitu,gerak juang antara mahasiswa di akar rumput dan tokoh-tokoh eks aktivis mahasiswa yang sudah duduk di pemerintahan bisa terjalin dengan baik.Sehingga bukan gerakan mahasiswa anti elit politik(oposisi permanen),melainkan gerakan bersinambungan.Dimana penyuplai isu di akar rumput dan elit politik bisa memperjuangkan baik itu secara ekstra parlementer maupun parlementer.Bukan seperti yang selama ini kita lihat,aksi mahasiswa selalu hilang diterpa angin sepoi-sepoi.


Edward Shill mengkategorikan mahasiswa sebagai lapisan intelektual yang memliki tanggung jawab sosial yang khas. Sementara itu Samuel Huntington menyebutkan bahwa kaum intelektual di perkotaan merupakan bagian yang mendorong perubahan politik yang disebut reformasi.Namun,heroisme jangan dijadikan sandaran yang membuat gerakan mahasiswa jalan di tempat. Solusi sebuah masalah selalu berjalan sesuai dengan perkembangan masyarakat. Jika gerakan mahasiswa lupa atau terus nyaman dengan berada dalam penjara romantisme sejarah,maka gerakan hanya akan menjadi riak-riak yang tidak pernah mampu menunjukkan diri sebagai penyambung lidah rakyat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar