Kita bayangkan kekuatan mahasiswa bersatu dengan gerak juang
yang sistematis dan terukur.Tujuan seluruh komponen sama,yakni perubahan yang
lebih baik.Hanya perdebatan jalan mana yang lebih efektif dan efisen yang
seringkali jadi hambatan.Bahkan,beberapa kawan seenaknya bicara revolusi tanpa
tahu makna yang diucapkan.Gerakan mahasiswa bukan dewa serba bisa.Karena
keterbatasan itu pulalah,maka mahasiswa perlu mengkontekskan gerakannya dalam
geliat zaman.Perlunya kritik dan otokritik terus menerus terhadap
pilihan-pilihan yang diambil.dengan begitu,menjadi benar kata orang bijak,bahwa
gerakan mahasiswa adalah anak pada zamannya.Artinya,setiap zaman memiliki masa
dan penyesuaian dengan pola-pola gerakan yang juga berkembang.Jika pola
penindasan lebih berkembang daripada pola gerak aktor perubahannya,maka apa
yang mau diharapkan dari mahasiswa ?
Bernard
Shaw pernah berujar “progress is impossible without cange,and those who cannot
change their minds cannot change anything. Setiap zaman mengandung tantangan
yang berbeda dikarenakan zaman yang terus berubah.Setiap perubahan tentunya
menyiratkan pesan bahwa kemampuan adaptasi adalah kunci keberhasilan.Dalam
catatan sejarah,gerakan mahasiswa di Indonesia selalu berada dalam barisan
depan dalam perubahan sosial.Namun,ada sebuah kegelisahan yang hinggap dalam
tubuh gerakan mahasiswa.Konsep dan metode gerakan yang dilakukan dianggap belum
mampu menyesuaikan tantangan zaman.Mahasiswa terjebak romantisme sejarah
sehingga kurang kreatif melihat dan meramu strategi. Aksi-aksi jalanan dan
tuntutan penggulingan rezim selalu menjadi rumus tunggal dalam merespon sebuah
persoalan.
Setiap
rentetan periode gerakan adalah anak pada zamannya. Tahapan sejarah gerakan
mahasiswa selalu menghadirkan sebuah tantangan yang membutuhkan metode
baru.Albert Einstein mengatakan bahwa “we cannot solve problems by using the
same kind of thinking we used when we created them”.Artinya,perlu sebuah
gagasan-gagasan kreatif untuk keluar dari penyelesaian dengan cara-cara
konvensional yang pada setiap zaman harus dirubah. Gerakan mahasiswa sebelum
merubah masyarakat juga dituntut untuk mereformasi dirinya. Saat ini adalah era
dimana gerakan mahasiswa mengalami titik nadir. Indikasinya adalah semakin
jauhnya masyarakat bahkan mahasiswa sendiri sebagai pihak-pihak yang selalu
diatasnamakan dalam tiap aksi.
Periode
gerakan mahasiswa di Indonesia memang menyiratkan tantangan –tantangan yang
berbeda tiap zamannya. Angkatan 1908,berhasil merangsang organisasi-organisasi
berbentuk modern. Tantanganya adalah bagaimana cara menyamakan frame
ke-indonesiaan pada organisasi yang pada saat itu kental dengan semangat
tribalisme.Angkatan 1928 berhasil memberikan identitas nasional dengan
persatuan pemuda-pemudi Indonesia. Era ini membuat mahasiswa mulai berpikir dan
bergerak secara bersama-sama untuk merdeka. Era 1945 memberikan kita
kemerdekaan yang masih diwarnai friksi antar golongan tua dan muda dalam
memandang momentum pencapaian kemerdekaan. Begitu pula tahun 1966 dan
1998,tantangan yang muncul adalah rezim yang otoriter dan sekarang di era
demokratisasi tentunya tantangan yang ada harus disikapi dengan cara-cara yang
sesuai dengan semangat zaman.
Tantangan
gerakan mahasiswa pada era ini bisa kita kategorikan menjadi eksternal dan
internal.Era ini adalah zaman globalisasi dan demokratisasi. Pengaruh
globalisasi menyebabkan masalah yang dulu dihadapi dalam lingkup lokal maupun
regional,kini menjadi satu kesatuan masalah global.Belum lagi arus budaya
hedonisme begitu merasuk ke dalam perilaku mahasiswa kita.Ditambah lagi,gerakan
mahasiwa harus mampu bergerak tidak hanya sebagai gerakan intelektual namun
juga harus bisa membasis. Paradigma pemberdayaan masyarakat harus menjadi acuan
agar tidak jauh dari rakyat. Aksi-aksi jalanan yang miskin konsep bukannya
menjadi kurang relevan,melainkan disesuaikan dengan kebutuhan gerakan.Sehingga
ketika semua berjalan baik,maka citra dan kepercayaan masyarakat akan kembali
diletakkan di tangan mahasiswa.
Sedangkan
dari internal sendiri kita bisa lihat bagaimana polarisasi yang membuat
terpecah-pecahnya mahasiswa, kapitalisasi gerakan yang berorientasi modal dan
keuntungan, lemahnya kaderisasi, intervensi senior, inkonsistensi perkataan dan
perbuatan, minimnya kreatifitas kemandirian dana,tidak mampu menjaga
independensi dan selalu menggunakan metode-metode yang reaktif. Kedua tantangan
baik eksternal maupun internal jika tidak disikapi bisa menyebabkan krisis kepercayaan
pada gerakan mahasiswa dan disorientasi gerakan.
Pencarian
solusi selalu menyiratkan kritik dan otokritik. Gerakan mahasiswa harus terus
menerus mereformasi diri,menambal lubang-lubang kelemahan dan keluar dari
jebakan pikiran konvensional untuk mencari solusi kritis. Ada empat model
gerakan yang bisa ditawarkan untuk menghadapi tantangan hari ini.
Pertama,gerakan intelektual. Aktivis mahasiswa adalah aktor intelektual yang
bergerak dengan intelek pula. Mengadakan kegiatan-kegiatan intelek seperti seminar,diskusi,kelompok-kelompok
kajian yang mengupayakan solusi pemecahan buat masalah yang dihadapi.
Hasil-hasil kajian inteektual bisa juga dijadikan sumber dana yang legal apakah
dijadikan buku atau tulisan di media massa.Jika kemandirian dana bisa terwujud,intervensi
dan tarikan kepentingan tidak akan mengganggu fokus gerakan mahasiswa.
Kedua,gerakan
kultural. Mahasiswa harus membumi dan bekerja bersama rakyat. Advokasi dan
kegiatan bersama masyarakat harus menjadi pilihan. Dalam jangka panjang masyarakat
akan mau bergerak dengan aksi-aksi mahasiswa. Ketiga,gerakan struktural. Selama
ini gerakan mahasiswa selalu vis a vis dengan negara. Namun,sebenarnya bekerja
sama dengan insitusi negara untuk mendukung kerja-kerja gerakan sudah saatnya
dijadikan opsi. Bagaimanapun sebuah gerakan tidak akan efektif jika tidak
bekerja sama dengan pihak-pihak yang berkepentingan.Keempat,gerakan massa.
Ketika aspirasi tidak lagi didengar,maka aksi massa menjadi alat yang sah dalam
menyampaikan aspirasi. Aksi massa yang dialakukan hendaknya melibatkan
elemen-elemen lain seperti massa buruh, tani, nelayan, pedagang, miskin kota,
perempuan dan elemen-elemen lain.
Selain
itu,gerakan mahasiswa juga seharusnya melakukan spesialisasi gerakan.Sejak di
organisasi,mulai dipilah mana kader politik,kader organisatoris,kader ideologis
dan kader yang ingin bergerak di bidang non politik ,seperti wirausaha.Ini agar
kekuatan aktor perubahan tidak terpusat hanya di ranah politik.Namun,juga harus
ada dan menguasai kekuatan ekonomi,seni,budaya,sosial,dan lainnya.Sehingga
sinergisitas antar komponen bisa lebih terasa dalam membuat sebuah move.Kader
intelektual dibina secara khusus dengan mentor yang telah disiapkan.Secara
serius kaderisasi adalah harga mati bagi hidup mati sebuah organisasi gerakan.
Melihat
kondisi kekuatan politik di Indonesia,satu-satunya tools yang masih sangat
pantas dilirik adalah merebut dan merevolusi partai politik.Aktivis mahasiswa
harus mampu melihat bahwa partai bukan harus disikapi secara antipati.Tetapi
dilihat sebagai tools.Artinya,partai jika dikelola orang-orang yang memang
memiliki idealisme,tentunya akan berjalan di rel yang benar.Partai harus
direbut karena di negara ini,semua kebijakan hampir lahir dari pemikiran
kader-kader partai.Baik itu kader eksekutif dan legislatif.Dengan begitu,gerak
juang antara mahasiswa di akar rumput dan tokoh-tokoh eks aktivis mahasiswa
yang sudah duduk di pemerintahan bisa terjalin dengan baik.Sehingga bukan
gerakan mahasiswa anti elit politik(oposisi permanen),melainkan gerakan bersinambungan.Dimana
penyuplai isu di akar rumput dan elit politik bisa memperjuangkan baik itu
secara ekstra parlementer maupun parlementer.Bukan seperti yang selama ini kita
lihat,aksi mahasiswa selalu hilang diterpa angin sepoi-sepoi.
Edward
Shill mengkategorikan mahasiswa sebagai lapisan intelektual yang memliki
tanggung jawab sosial yang khas. Sementara itu Samuel Huntington menyebutkan
bahwa kaum intelektual di perkotaan merupakan bagian yang mendorong perubahan
politik yang disebut reformasi.Namun,heroisme jangan dijadikan sandaran yang
membuat gerakan mahasiswa jalan di tempat. Solusi sebuah masalah selalu
berjalan sesuai dengan perkembangan masyarakat. Jika gerakan mahasiswa lupa
atau terus nyaman dengan berada dalam penjara romantisme sejarah,maka gerakan
hanya akan menjadi riak-riak yang tidak pernah mampu menunjukkan diri sebagai
penyambung lidah rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar