KATA-KATA
BUNG KARNO
• Politik bebas bukanlah
suatu politik yang mencari kedudukan netral jika pecah peperangan; politik
bebas bukanlah suatu politik netralitas tanpa mempunyai warnanya Beograd;
berpolitik bebas bukanlah berarti menjadi suatu negara penyangga antara kedua
blok raksasa. [KTT NON BLÖK, Beograd 1-9-1961 ]
• Berpolitik bebas
berarti pengabdian yang aktip kepada tujuan yang luhur dari kemerdekaan,
perdamaian kekal, keadilan sosial dan kemerdekaan untuk merdeka. Ia adalah
tekad untuk mengabdi kepada tujuan ini; ia kongruen dengan hati nurani sosial
manusia. [KTT NON BLÖK, Beograd 1-9-1961]
• Politik Non-Blok adalah
pembaktian kita secara aktip kepada perjuangan yang luhur untuk kemerdekaan,
untuk perdamaian yang kekal, keadilan sosial dan kebebasan untuk Merdeka. [KTT
NON BLÖK, Beograd 1-9-1961]
• Adalah menjadi
keyakinan kita bersama kita bahwa, suatu polltik yang bebas merupakan jalan
yang paling baik bagi kita masing-masing untuk memberikan suatu sumbangan yang
tegas kearah pemeliharaan perdamaian dan pengurangan ketegangan-ketegangan
Internasional. [KTT NON BLÖK, Beograd 1-9-1961]
• ".....kita
mempertahankan pendapat bahwa pembentukan blok-blok, apalagi jika berdasarkan
kekuatan dan perlombaan persenjataan, hanya mengakibatkan peperangan."
[KTT NON BLÖK, Beograd
1-9-1961]
• Kita menginginkan satu
Dunia Baru penuh dengan perdamaian dan kesejahteraan, satu Dunia Baru tanpa
imperialisme dan kolonialisme dan exploitation de l'homme par l'homme et de
nation par nation. [Membangun Dunia Kembali To Build The World a New, 30
September 1960]
• Bangsa Indonesia (saya)
berjanji pada diri Beograd untuk bekerja mencapai suatu Dunia yang lebih baik,
suatu Dunia yang bebas dari sengketa dan ketegangan, suatu Dunia di mana
anak-anak dapat tumbuh dengan bangga dan bebas, suatu Dunia di mana keadilan
dan kesejahteraan berlaku untuk semua orang. Adakah suatu bangsa menolak janji
semacam itu?".[Membangun Dunia Kembali To Build The World a New, 30 September
1960]
• Dengan segala
kesungguhan, saya katakan: kami bangsa-bangsa yang baru Merdeka bermaksud
berjuang untuk kepentingan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Badan itu hanya dapat
menjadi effective, bila Badan tersebut mengikuti jalannya sejarah dan tidak
mencoba untuk membendung atau mengalihkan ataupun menghambat jalannya. [Membangun
Dunia Kembali To Build The World a New, 30 September 1960]
• Di zaman pembangunan
bangsa-bangsa ini telah muncul kemungkinannya, keharusan akan suatu
"Dunia" yang bebas dari ketakutan, bebas dari kekurangan, bebas dari
penindasan-penindasan Nasional. [Membangun Dunia Kembali To Build The World
a New, 30 September 1960]
• Bagi suatu bangsa yang
baru lahir stau suatu bangsa yang baru lahir kembali milik yang paling berharga
adalah "kemerdekaan" dan "kedaulatan". [Membangun Dunia
Kembali To Build The World a New, 30 September 1960]
• Dunia kita yang satu
ini terdiri dari Negara-negara Bangsa, masingmasing sama berdaulat, dan masing-
masing berketetapan hati menjaga kedaulatan itu, dengan masing-masing berhak
untuk menjaga kedaulatan itu. [Membangun Dunia Kembali To Build The World a
New, 30September 1960]
• Dalam hal ini kita
tidak hanya berjuang untuk kepentingan kita Beograd melainkan kita berjuang
untuk kepentingan ummat manusia. Seluruhnya, ya perjuangan kita lakukan untuk
kepentingan mereka yang kita tentang.. [Membangun Dunia Kembali To Build The
World a New, 30 September 1960]
• Bukanlah pion-pion yang
di atas papan catur yang tuan-tuan hadapi. Yang tuan-tuen hadapi adalah
manusia, impian-impian manusia, citacita manusla dan hari depan manusia. [Membangun
Dunia Kembali To Build The World a New, 30 September 1960]
• Saya serukan kepada
tuan-tuan kepada semua anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. Bergeraklah bersama
arusnya sejarah, janganlah mencoba membendung arus itu.
[Membangun Dunia Kembali
To Build The World a New, 30 September 1960]
• . "Sesuatu"
itu kami namakan "Pancasila", ya "Pancasila" atau Lima Sendi
Negara kami. Lima Sendi/Dasar tidaklah langsung berpangkal pada Manifesto
komunis ataupun Declaration of Independence. Declaration of
Independence memang, gagasan-gagasan dan cita-cita itu mungkin sudah ada
sejak berabad-abad telah terkandung dalam bangsa kami. Dan memang tidak
mengherankan bahwa paham-paham mengenai kekuatan yang besar dan kejantanan itu
telah timbul dalam bangsa kami selama dua ribu tahun peradaban kami dan selama berabad-abad
kejayaan bangsa sebelum imperialisme menenggelamkan kami pada suatu saat
kelemahan Nasional.
[Membangun Dunia Kembali
To Build The World a New, 30 September 1960]
• Singkirkan
penyelewengan terhadap kemerdekaan dan emansipasi dan ancaman terhadap
perdamaian akan lenyap. Tumbangkan Imperialisme dengan segera dengan Beogradnya
Dunia akan menjadi suatu tempat yang lebih bersih, suatu tempat yang lebih baik
dan suatu tempat yang lebih aman.
[Membangun Dunia Kembali
To Build The World a New, 30 September 1960]
• Bangunlah Dunia ini
kembali! Banguniah Dunia ini kokoh kuat dan sehat! Bangunlah suatu Dunia di
mana semua bangsa hidup dalam Damai dan Persaudaraan. Bangunlah Dunia yang
sesuai dengan impian dan cita-cita ummat manusia.
[Membangun Dunia Kembali
To Build The World a New, 30 September 1960]
• Masalah bangsa Asia
harus diselesaikan oleh Bangsa Asia Beograd dengan cara-cara Asia. Asian
Problems to be solved by themselves in Asian ways.
[Konferensi Maphilindo di
Manila 1963]
• Abad ke-20 berisi
fenomena:
1. Merdekanya
bangsa-bangsa Asia-Afrika.
2. Timbulnya
negara-negara sosialis.
3. Terjadinya
atomic-revolution.
4. Akibat paradox
historis, di satu fihak ummat manusia oleh tehnik yang maju sekali menjadi
satu, di lain pihak dipisah-pisahkan menjadi bangsa-bangsa yang merdeka dengan
pagar Beograd-sendlri. [Pancasila sebagai dasar negara hlm. 62]
• Imperialisme bukan saja
sistem atau nafsu menaklukkan negeri atau bangsa lain, tapi imperialisme bisa
juga hanya nafsu atau system mempengaruhi ekonomi negeri dan bangsa lain. Ia
tak usah dijalankan dengan pedang atau bedil atau meriam atau kapal perang, tak
usah berupa pengluasan daerah negeri dengan kekerasan senjata sebagai diartikan
oleh Van Kol, tetapi juga berjalan dengan "putarlidah" atau cara
"halus-halusan" saja, bisa juga berjalan dengan cara "penetration
pacifique". [Indonesia menggugat, hlm. 81]
• Menurut keyakinan kami,
hilangnya pemerintah asing dari Indonesia, belum tentu juga dibarengi oleh
hilangnya imperialisme asing sama sekali. [Indonesia menggugat, hlm. 81]
• Benar seperti kata Jean
Juares, di dalam Dewan Rakyat Perancis terhadap wakil-wakil kaum modal,
"Imperialisme itulah penghasut yang besar yang menyuruh berontak; karena
itu bawalah ia ke depan polisi dan hakim." Tapi bukan imperialisme, bukan
sahabat-sahabat imperialisme yang kini berada di muka mahkamah tuan-tuan Hakim tetapi
kami: Gatot Mangkoeprodjo, Maskoen, Soepriadinata, Sukarno." [Indonesia
menggugat, hlm. 81]
• Amboi-di manakah
kekuatan duniawi yang bisa memadamkan tenaga sesuatu bangsa. Puluhan, ratusan,
ya ribuan "penghasut" dan "opruieres" dan
"ophitser" sudah di bui atau dibuang. Tapi tidaklah pergerakan yang
umurnya lk. 20 tahun itu semakin menjadi besar ? [Indonesia menggugat, hlm.
70]
• Memang zaman
imperialisme modern mendatangkan "kesopanan", mendatangkan
jalan-jalan tapi apakah itu setimbang dengan bencana yang disebabkan oleh
usaha-usaha partikulir itu? Indonesia menggugat, hlm. 46
• Sejak adanya
"Opendeur Politik", juga modal Inggeris, juga modal Amerika, juga
modal Jepang, juga modal lain-lain, sehingga imperialisme di Indonesia kini
jadi Internasional. [Indonesia menggugat, hlm. 51]
• We are often told
"Colonialism is dead". Let us not be deceived or even soothed by
that. I say to you, colonialism is not yet dead. How can we say it is dead, so
long as vast areas of Asia and Africa are un-free. And I beg of you do not
think of colonialism only in the classic form which we of Indonesia, and our
brothers in different parts of Asia and Africa knew, colonialism has also its
modern dress, in the form of economic control, intellectual control, actual
physical control a small, but aliencommunity within a nation. It is a skillfull
and determined enemy, and it appears in many guises. It does not give up its
loot easily, wherever, whenever and however-it-appears, colonialism is an evil
thing, and one must be eradicated from the earth.
[Pidato Konperensi AA di
Bandung pada tahun 1955, hlm. I8-4-´55]
• Soal jajahan, adalah
soal "rugi atau untung", soal ini bukanlah soal kesopanan atau
kewajiban, soal ini ialah soal mencari hidup, soal Business !.
[Di bawah bendera
revolusi, hlm. 51]
• Perang Kemerdekaan
Amerika adalah sukses pertama perang melawan kolonialls di dalam sejarah dunia
(di permukaan bumi) Maka penyair Longfellow menulis: A cry defiance and not
of fear. A voice in the darkness, a knock at the door. And a word
that shall echo for evermore [Pidato Konperensi AA di Bandung pada tahun
1955, hlm. I8-4-´55]
• Dalam tahun 1929 itu
terlepaslah dari mulut saya kalimat yang terkenal, "Kaum imperialis,
awaslah, jikalau nanti geledek Perang Pacific menyambar-nyambar dan membelah
angkasa ...., di situlah rakyat Indonesia melepaskan belenggu-belenggunya, di
situ Rakyat Indonesia akan Merdeka. [Kepada bangsaku hlm. 316 ]
• Memang Tuan Hakim, kami
membicarakan bahwa Perang Pacific itu akan datang. Kami harus mengerti, jika
bangsa Indonesia tidak segera menjadi bangsa yang teguh, kami bisa tidak tahan
menderitakan pengaruh ledakan itu.
[Indonesia menggugat,
hlm. 164]
• Pergerakan ini ialah
antithese imperialisme yang terbikin oleh imperialisme Beograd. Bukan bikinan
"penghasut", bukan bikinan "opruieres", pergerakan ini
ialah bikinan kesengsaraan dan kemelaratan rakyat. [Indonesia menggugat,
hlm. 71]
• Bagaimana hakekatnya
"budaya" atau "cultuur" yang didatangkan inperialisme
moderen itu? Stockvis menyebutnya." rakyat khatulistiwa yang korat-karit
dan diperlakukan tidak semena-mena". [Indonesia menggugat, hlm. 72]
• Tuan-tuan Hakim, apakah
sebabnya rakyat senantiasa percaya datangnya Ratu Adil. Dan sering kali kita
mendengar di desa sini atau di desa situ telah muncul seorang "Imam
Mahdi", atau "Heru Cakra". Tak lain tak bukan, karena rakyat
menunggu dan mengharap
pertolongan. [Indonesia
menggugat, hlm. 75]
• Tuan-tuan Hakim, apakah
sebabnya rakyat senantiasa percaya datangnya Ratu Adil. Dan sering kali kita
mendengar di desa sini atau di desa situ telah muncul seorang "Imam
Mahdi", atau "Heru Cakra". Tak lain tak bukan, karena rakyat
menunggu dan mengharap
pertolongan. [Indonesia
menggugat, hlm. 75]
T• Maka karena
itu jikalau kita memang betul-betul mengerti, mengingat dan mencintai rakyat
Indonesia, marilah kita terima prinsip hal sociale rechvaardigheid ini yaitu
bukan saja persamaan politik, harus mengadakan persamaan, artinya kesejahteraan
bersama.
[Pidato lahirnya
Pancasila 1 Juni 1945]
• Apakah kita mau
Indonesia MERDEKA, yang kaum Kapitalnya merajalela ataukah yang semua rakyatnya
sejahtera, yang semua cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam kesejahteraan,
merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi yang cukup memberi sandang dan pangan?. [Pidato
lahirnya Pancasila 1 Juni 1945]
• Saya katakan bahwa
cita-cita kita dengan keadilan sosial ialah satu masyarakat yang adil dan
makmur, dengan menggunakan alat-alat industri, alat-alat tehnologi yang sangat
modern. Asal tidak dikuasai oleh sistem kapitalisme.
[Pancasila sebagai dasar
negara hlm. 115 ]
• Sosialisme berarti
adanya paberik yang kolektif: Adanya industrialisme yang kolektif. Adanya
produksi yang kolektif. Adanya distribusi yang kolektif. Adanya pendidikan yang
kolektif. [Kepada bangsaku, hlm. 381]
• Dalam hubungan
Internasionalpun kemerdekaan merupakan suatu jembatan, suatu jembatan untuk
perjuangan bangsa-bangsa bagi persamaan derajat untuk pembentukan bangsa-bangsa
dan negaranegara sehingga sanggup berdiri di atas kaki Beograd, politis,
ekonomis,........." [KTT
NON BLOK Beograd, 1- 9 - 1961]
• Masyarakat keadilan
sosial bukan saja meminta distribusi yang adil, tetapi juga adanya produksi
yang secukupnya. [Pidato HUT Proklamasi, 1950]
• Seorang Marhaen adalah
orang yang mempunyai alat yang sedikit. Bangsa kita yang puluhan juta jiwa yang
sudah dimelaratkan, bekerja bukan untuk orang lain dan tidak ada orang bekerja
untuk dia. Marhaenisme adalah Sosialisme Indonesia dalam praktek.
[Bung Karno penyambung
lidah rakyat, hlm. 85]
• Untuk menjadi
"padang usaha" industrialisme, seluruh daerah Indonesia harus
"Ekonomis" satu, dan supaya ekonomisnya menjadi satu, maka seluruh
daerah Indonesia itu "Polltis" harus menjadi satu pula. [Kepada
bangsaku, hlm. 395]
• Saya teringat akan apa
yang dikatakan oleh Perdana Menteri Kim Il Sung di tahun 1947: "In
order to build a democratic state, the foundation of an independent
economy of the nation must be established ......... without the
foundation of an independent economy,
we can either attain
independence, nor found the state, nor subsist".
• "Untuk membangun
suatu Negara yang Demokratie, maka satu ekonomi yang Merdeka harus dibangun.
Tanpa ekonomi yang Merdeka, tak mungkin kita mencapai kemerdekaan, tak mungkin
kita tetap hidup".
[Pidato HUT Proklamasi,
1963]
• Rakyat padang pasir
bisa hidup-masa kita tidak bisa hidup! Rakyat Mongolia (padang pasir juga) bisa
hidup masa kita tidak bias membangun satu masyarakat adil-makmur gemah ripah
loh jinawi, tata tentram kertaraharja, di mana si Dullah cukup sandang, cukup
pangan, si Sarinem cukup sandang, cukup pangan? Kalau kita tidak bias menyelenggarakan
sandang-pangan di tanah air kita yang kaya ini, maka sebenarnya kita Beograd
yang tolol, kita Beograd yang maha tolol.
[Pidato Konperensi
Kolombo Plan di Yogyakarta th. 1953]
• Ekonomi Indonesia akan
bersifat Indonesia, sistem politik Indonesia akan bersifat Indonesia masyarakat
kami akan bersifat Indonesia, dan semuanya itu akan didasarkan kokoh kuat atas
warisan kulturil dan spiritual bangsa kami Beograd. Warisan itu dapat dipupuk
dengan bantuan dari luar, dari seberang lautan, akan tetapi bunganya dan buahnya
akan memiliki sifat-sifat kami Beograd. Maka janganlah tuantuan mengharapkan,
bahwa setiap bentuk bantuan yang tuan berikan akan menghasilkan cerminan dari
diri tuan-tuan Beograd.
[Pidato HUT Proklamasi,
1963]
• Kita bangsa besar, kita
bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita tidak akan minta-minta
apalagi jika bantuan-bantuan itu diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu !
Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka, dari pada makan bestik tetapi budak.
[Pidato HUT Proklamasi,
1963]
• Gemah ripah loh
jinawi, tata tentram kerta raharja, para kawula iyeg rumagang ing gawe, tebih
saking laku cengengilan adoh saking juti. Wong kang lumaku dagang, rinten dalu
tan wonten pedote, labet saking tan wonten sansayangi margi. Subur kang sarwa
tinandur, murah kang sarwa tinuku. Bebek ayam raja kaya enjang medal ing panggenan,
sore bali ing kandange dewe-dewe. Ucapan-dalang dari bapaknya-embahnya-buyutnya-canggahnya,
warengnya-udeg-udegnyagantung siwurnya. Bekerja bersatu padu, jauh
daripada hasut, dengki, orang berdagang siang malam tiada hentinya,
tidak ada halangan di jalan. Inipun menggambarkan cita-cita sosialisme.
[Pidato Hari Ibu 22
Desember 1960]
• Dan sejarah akan
menulis: di sana di antara benua Asia dan Australia, antara Lautan Teduh dan
Lautan Indonesia, adalah hidup satu bangsa yang mula-mula mencoba untuk kembali
hidup sebagai bangsa, tetapi akhirnya kembali menjadi satu kuli di antara
bangsa-bangsa kembali menjadi : een natie van koelies, en een kolie onder de
naties. Maha Besarlah Tuhan yang membuat kita sadar kembali sebelum kasip.
[Pidato HUT Proklamasi,
1963]
• Suatu bangsa hanyalah
menjadi kuat kalau patriotismenya meliputi patriotisme ekonomi. Ini memang
jalan yang benar kearah kekuatan bangsa, jalan yang jujur, jalan yang tepat.
[Pidato HUT Proklamasi,
1963]
• Kalau bangsa bangsa
yang hidup di padang pasir yang kering dan tandus bisa memecahkan persoalan
ekonominya kenapa kita tidak? Kenapa tidak? Coba pikirkan !
1.
Kekayaan alam kita yang sudah digali dan yang
belum digali, adalah melimpah-limpah.
2.
Tenaga kerjapun melimpah-limpah, di mana kita
berjiwa 100 juta manusia.
3.
Rakyat indonesia sangat rajin, dan memiliki
ketrampilan yang sangat besar, Ini diakui oleh semua orang di luar negeri.
4.
Rakyat memiliki jiwa Gotong-royong, dan ini dapat
dipakai sebagai dasar untuk mengumpulkan Funds and forces.
5.
Ambisi daya cipta Bangsa Indonesia sangat tinggi
di bidang politik tinggi, di bidang sosial tinggi, di bidang kebudayaan tinggi,
tentunya juga di bidang ekonomi dean perdagangan.
6.
Tradisi Bangsa lndonesia bukan tradisi,
"tempe". Kita di zaman purba pernah menguasai perdagangan di seluruh
Asia Tenggara, pernah mengarungi lautan untuk berdagang sampai ke Arabia atau Afrika
atau Tiongkok.
[Pidato HUT Proklamasi,
1963]
• Kemerdekaan hanyalah
diperdapat dan dimiliki oleh bangsa yang
jiwanya berkobar-kobar
dengan tekad Merdeka, - Merdeka atau mati !.
1 Juni 1945 lahirnya
Pancasila
• We want to establish
a state, "all for, all", neither for a single individual nor for one
group, whether it be a group of aristocracy or a group of wealthy-but,
"all for all".
Kita ingin mendirikan
satu Negara "semua buat semua", bukan satu Negara untuk satu orang,
bukan satu Negara untuk satu golongan, walaupun golongan kaya. Tetapi kita
mendirikan Negara "semua buat semua".
1 Juni 1945 lahirnya
Pancasila
• Tokh diberi hak atau
tidak diberi hak, tiap-tiap bangsa tidak boleh tidak, pasti akhirnya bangkit
menggerakkan tenaganya, kalau ia sudah terlalu merasakan celakanya diri
teraniaya oleh satu daya angkara murka. Jangan lagi manusla, jangan lagi bangsa
walau cacingpun tentu bergerak berkelegut-kelegut kalau merasakan sakit. Indonesia
menggugat, hlm. 09
• Indonesia Merdeka
hanyalah suatu jembatan walaupun jembatan emas di seberang jembatan itu jalan
pecah dua: satu ke dunia sama rata sama rasa, satu ke dunia sama ratap sama
tangis.
[Mencapai Indonesia
Merdeka, 1933]
• Jikalau kita membaca
seorang pemimpin Irlandia lain, Erskin Childers berkata, "Kemerdekaan
bukanlah soal tawar-menawar, kemerdekaan sebagai maut, dia ada atau tidak ada.
Kalau orang, menguranginya, maka itu bukan kemerdekaan lagi".
Indonesia menggugat, hlm.
86
• Kemerdekaan untuk
merdeka. Kemerdekaan berarti mengakhiri untuk selama-lamanya penghisapan bangsa
oleh bangsa, penghisapanpenghisapan yang tak langsung maupun penghisapan yang
langsung.
Pidato KTT Non-Blok, 1- 9
-1961
• Selama rakyat belum
mencapai kekuasaan politik atas negeri Beograd,
maka sebagian atau semua
syarat-syarat hidupnya, baik ekonomi,
maupun sosial, maupun
politik, diperuntukkan bagi yang bukan
kepentingannya, bahkan
bertentangan dengan kepentingannya.
Indonesia menggugat, hlm.
81
• Kemerdekaan adalah
jembatan emas. di seberang jembatan, jembatan
emas inilah kita leluasa
menyusun masyarakat Indonesia Merdeka yang
gagah kuat, sehat, kekal
dan abadi.
[Lahirnya Pancasila 1
Juni 1945]
• Tetapi kecuali daripada
itu, maka peristiwa menjadi merdekanya
sesuatu bangsa yang
tadinya dijajah oleh imperialisme bangsa lain,
merdeka, betul-betul
merdeka, dan bukan merdeka boneka.
Kepada bangsaku hlm. 375
• Perbaikan nasib ini
hanyalah bisa datang seratus persen, bilamana
masyarakat sudah tidak
ada kapitalisme dan imperialisme.
[Mencapai Indonesia
Merdeka, 1933]
• Nasionalisme kita
adalah nasionalisme yang membuat kita menjadi
"perkakasnya
Tuhan", dan membuat kita menjadi "hidup di dalam
rokh".
[Suluh Indonesia Muda,
1928]
• Nasionalisme yang
sejati, nasionalismenya itu bukan se-mata-mata
copie atas tiruan dari
Nasionalisme Barat, akan tetapi timbul dari rasa
cinta akan manusia dan
kemanusiaan.
[Di bawah bendera
revolusi, hlm. 5]
• Nasionalisme Eropa
ialah satu Nasionalisme yang bersifat serang
menyerang, satu Nasionalisme
yang mengejar keperluan Beograd, satu
Nasionalisme perdagangan
yang untung atau rugi, Nasionalisme
semacam itu pastilah
salah, pastilah binasa.
[Di bawah bendera
revolusi, hlm. 6]
• Bangsa yang terdiri
dari kaum buruh belaka dan menjadi buruh antara
bangsa-bangsa. Tuan-tuan
Hakim-itu bukan nyaman... Tidaklah
karenanya wajib tiap-tiap
nasionalls mencegah keadaan itu dengan
seberat-beratnya ?
[Indonesia menggugat,
hlm. 58]
• Bangsa atau rakyat
adalah satu jiwa. Jangan kita kira seperti kursikursi
yang dijajarkan. Nah,
oleh karena bangsa atau rakyat adalah satu
jiwa, maka kita pada
waktu memikirkan dasar statis atau dasar dinamis
bagi bangsa, tidak boleh
mencari hal-hal di luar jiwa rakyat itu
Beograd.
[[Pancasila sebagai dasar
negara, hlm. 37]
• Entah bagaimana
tercapainya "persatuan" itu, entah bagaimana
rupanya
"persatuan" itu, akan tetapi kapal yang membawa kita ke
Indonesia - Merdeka itu,
ialah ...."Kapal Persatuan" adanya.
[Di bawah bendera
revolusi, hlm. 2]
• Tidak ada dua bangsa
yang cara berjuangnya sama. Tiap-tiap bangsa
mempunyai cara berjuang
Beograd, mempunyai karakteristik Beograd.
Oleh karena pada
hakekatnya bangsa sebagai individu mempunyai
kepribadian Beograd.
[[Pancasila sebagai dasar
negara, hlm. 7 ]
• Kita bangsa yang cinta
perdamaian, tetapi lebih cinta kemerdekaan!
[Pidato HUT Proklamasi,
1946 ]
• Bangsa adalah
segerombolan manusia yang keras ia punya keinginan
bersatu dan mempunyai
persamaan watak yang berdiam di atas satu
geopolitik yang nyata
satu persatuan.
[[Pancasila sebagai dasar
negara hlm. 58]
• Kita dari Republik
Indonesia dengan tegas menolak chauvinisme itu.
Maka itu di samping sila
kebangsaan dengan lekas-lekas kita taruhkan
sila perikemanusiaan.
[[Pancasila sebagai dasar
negara, hlm. 64]
• Janganlah kita lupakan
demi tujuan kita, bahwa para pemimpin berasal
dari rakyat dan bukan
berada di atas rakyat.
[Bung Karno penyambung
lidah rakyat, hlm. 69]
• Bangsa yang besar
adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa
pahlawannya.
[Pidato Hari Pahlawan 10
Nop. 1961]
• Di dalam arti inilah
maka pengorbanan kawan Tjipto itu harus kita
artikan: Tiada
pengorbanan yang sia-sia. Tiada pengorbanan yang tak
berfaedah. "No
sacrifice is wasted".
[Suluh Indonesia Muda,
1928]
• Tidak seorang yang
menghitung-hitung : "Berapa untung yang kudapat
nanti dari Republik ini,
jikalau aku berjuang dan berkorban untuk
mempertahankannya."
[Pidato HUT Proklamasi,
1956]
• Oleh karena itu, maka
Marhaen tidak sahaja harus mengikhtiarkan
Indonesia Merdeka, tidak
sahaja harus mengikhtiarkan kemerdekaan
nasional, tetapi juga
harus menjaga yang di dalam kemerdekaan
nasional itu harus
Marhaen yang memegang kekuasaan.
[Mencapai Indonesia
Merdeka, 1933]
• Ini Negara, alat
perjuangan kita. Dulu alat perjuangan ialah partai. Nah,
alat ini kita gerakkan.
Keluar untuk menentang musuh yang hendak
menyerang. Kedalam,
memberantas penyakit di dalam pagar, tapi juga
merealisasikan masyarakat
adil dan makmur.
[Pancasila sebagai dasar
negara hlm. 60]
• Dari sudut positif,
kita tidak bisa membangunkan kultur kepribadian
kita dengan
sebaik-baiknya kalau tidak ada rasa kebangsaan yang
sehat.
[Pancasila sebagai dasar
negara hlm. 65]
• Sekarang tibalah
saatnya kita benar-benar mengambil nasib bangsa dan
nasib tanah air di dalam
tangan kita Beograd. Hanya bangsa yang
berani mengambil nasib
dalam tangan Beograd, akan dapat berdiri
dengan kuatnya.
[Pidato HUT Proklamasi,
1945]
• Dalam pidatoku,
"Sekali Merdeka tetap Merdeka"! Kucetus semboyan:
"Kita cinta damai,
tetapi kita lebih cinta KEMERDEKAAN".
[Pidato HUT Proklamasi,
1946]
• Dalam pidatoku
Rawe-rawe rantas, malang-malang putung kutegaskan
Rawe-rawe rantas,
malang-malang putung ! Kita tidak mau. Dua kita
melawan! Sesudah Belanda
menggempur .....mulailah ia dengan
politiknya devide et
impera, politiknya memecah belah .....maka kita
bangsa Indonesia
bersemboyan bersatu dan berkuasa.
[Pidato HUT Proklamasi,
1947]
• Kemerdekaan tidak
menyudahi soal-soal, kemerdekaan malah
membangun soal-soal,
tetapi kemerdekaan juga memberi jalan untuk
memecahkan soal-soal itu.
Hanya ketidak-kemerdekaanlah yang tidak
memberi jalan untuk
memecahkan soal-soal .... Rumah kita dikepung,
rumah kita hendak
dihancurkan ..... Bersatulah Bhinneka Tunggal Ika.
Kalau mau dipersatukan,
tentulah bersatu pula.
[Pidato HUT Proklamasi,
1948]
• Kita belum hidup dalam
sinar bulan purnama, kita masih hidup di masa
pancaroba, tetaplah
bersemangat elang rajawali.
[Pidato HUT Proklamasi,
1949]
• Janganlah mengira kita
semua sudah cukup berjasa dengan turunnya
sitiga warna. Selama
masih ada ratap tangis di gubuk-gubuk, belumlah
pekerjaan kita selesai!
Berjuanglah terus dengan mengucurkan
sebanyak-banyaknya
keringat.
[Pidato HUT Proklamasi,
1950]
• Adakanlah ko-ordinasi,
adakanlah simponi yang seharmonisharmonisnya
antara kepentingan
Beograd dan kepentingan umum, dan
janganlah kepentingan
Beograd itu dimenangkan di atas kepentingan
umum.
[Pidato HUT Proklamasi,
1951]
• Kembali kepada jiwa
Proklamasi .... kembali kepada sari-intinya yang
sejati, yaitu pertama
jiwa Merdeka Nasional ... kedua jiwa
ichlas...ketiga jiwa
persatuan... keempat jiwa pembangunan.
[Pidato HUT Proklamasi,
1952]
• Bakat persatuan, bakat
"Gotong Royong" yang memang telah berurat
berakar dalam jiwa
Indonesia, ketambahan lagi daya penyatu yang
datang dari azas
Pancasial.
[Pidato HUT Proklamasi,
1953]
• Dengan "Bhinneka
Tunggal Ika" dan Pancasila, kita prinsipil dan
dengan perbuatan,
berjuang terus melawan kolonialisme dan
imperialisme di mana
saja.
[Pidato HUT Proklamasi,
1954]
• Sepuluh tahun telah kita
Merdeka, tetapi masih ada saja orang-orang
yang dihinggapi
minderwaardigheids complexen terhadap orang asing,
masih ada saja
orang-orang yang lebih mengetahui dan mencintai
kultur Eropa dari pada
kultur Beograd. Sehatkanlah kehidupan polltik
kita dengan jalan
Pemilihan Umum itu. Engkau bisa, hei Rakyat, sebab
engkaulah yang menjadi
hakim-bukan aku, bukan Bung Hatta, bukan
Angkatan Perang, bukan
Kabinet.
17 AGUTUS 1955]
• Dalam pidatoku:
"Berilah isi kepada kehidupanmu" kutegaskan:
"Sekali kita berani
bertindak revolusioner, tetap kita harus berani
bertindak revolusloner
.... jangan ragu-ragu, jangan mandek setengah
jalan..." kita
adalah "fighting nation" yang tidak mengenal "yourney'send"
[Pidato HUT Proklamasi,
1956]
• Dalam pidatoku,
"Satu Tahun Ketentuan "ku-kobar-kobarkan Revolusi
Indonesia benar-benar
Revolusi Rakyat .... Tujuan kita masyarakat
adil-makmur, masyarakat
Rakyat untuk Rakyat, karakteristik segenap
tindak tanduk perjuangan
kita harus tetap karakteristik
Rakyat.demokrasi met
leiderschap, demokrasi terpimpin.
[Pidato HUT Proklamasi,
.1957 ]
• Dalam pidatoku,
"Tahun Tantangan" kusimpulkan, "Rakyat 1958
sekarang sudah lebih
sadar ....tidak lagi tak terang siapa kawan, siapa
lawan, tidak lagi tak
terang siapa yang setia dan siapa pengkhianat .....
siapa pemimpin sejati dan
siapa pemimpin anteknya asing ....siapa
pemimpin pengabdi Rakyat
dan siapa pemimpin gadungan. Dalam
masa tantangan-tantangan
seperti sekarang ini, lebih dari pada dimasamasa
yang lampau kita harus
menggembleng kembali
Persatuan...Persatuan
adalah tuntutan sejarah".
[Pidato HUT Proklamasi,
1958]
• Dalam pidatoku,
"Penemuan Kembali Revolusi Kita" yang kemudian
diperkuat oleh seluruh
nasion dan disahkan sebagai Manifesto Politik
Republik Indonesia
kurumuskanlah "tiga segi" kerangka Revolusi kita
dan 5 (lima)
persoalan-persoalan pokok Revolusi Indonesia yaltu:
Dasar/tujuan dan
kewajiban-kewajiban Revolusi Indonesia, kekuatan
sosial Revolusi
Indonesia, dan musuh-musuh Revolusi Indonesia.
[Pidato HUT Proklamasi, 1959
]
• Dalam pidatoku.
"Laksana Malaikat yang menyerbu dari langit",
jalannya Revolusi kita
kutandaskan perlunya dilaksanakan
"Landreform",
perlunya dikonsolidasikan segenap kekuatan untuk
menghadapi
imperialis-kolonialis.
[Pidato HUT Proklamasi,
1960]
• Atau hendakkah kamu
menjadi bangsa yang ngglenggem"? Bangsa
yang zelfgenoegzaam?
Bangsa yang angler memeteli burung perkutut
dan minum teh nastelgi ?
Bangsa yang demikian itu pasti hancur lebur
terhimpit dalam desak
mendesaknya bangsa-bangsa lain yang berebut
rebutan hidup! "verpletterd
in het gedrang van mensen en volken,
dievechten om het bestaan".
[Pidato HUT Proklamasi,
1960 ]
• Dalam pidatoku Resopim
kutegaskan perlunya meresapkan adilnya
Amanat Penderitaan
Rakyat, agar meresapkan pula tanggung-jawab
terhadapnya serta
mustahilnya perjuangan besar kita berhasil tanpa Tri
Tunggal Revolusi,
Ideologi Nasional progressive dan pimpinan
Nasional.
[Pidato HUT Proklamasi,
1961]
• Dalam pidatoku, Tahun
Kemenangan" kulancarkan gagasan: "maju
atas dasar kemajuan dan
mekar atas dasar kemekaran" "selfpropelling
growth".
[Pidato HUT Proklamasi,
1961]
• Sesuatu bangsa yang
tidak mempunyai kepercayaan kepada diri
Beograd tidak dapat
berdiri langsung. A nation without faith cannot
stand.
[Pidato HUT Proklamasi,
1963]
• Kita mau menjadi satu
Bangsa yang bebas Merdeka, berdaulat penuh,
bermasyarakat adil
makmur, satu Bangsa Besar yang Hanyakrawati,
gemah ripah loh jinawi,
tata tentram kertaraharja, otot kawat balung
wesi, ora tedas tapak
palune pande, ora tedas gurindo.
[Pidato HUT Proklamasi,
1963]
• Kita bangsa Indonesia,
kita pemimpin-pemimpin Indonesia, tidak
boleh berhenti, tidak
boleh duduk diam tersenyum simpul di atas
damparnya kemasyhuran dan
damparnya jasa-jasa di masa. lampau.
Kita tidak boleh
"teren op oud roem", tidak boleh hidup dari
kemasyhuran yang lewat,
oleh karena jika kita "teren op oud roem"
kita nanti akan menjadi
satu Bangsa yang "ngglenggem" satu bangsa
yang gila kemuktian, satu
bangsa yang berkarat.
[Pidato HUT Proklamasi,
1963 ]
• Terserahlah sejarah
nanti menonjolkan atau tidak jasa-jasa atau
kemasyhuran-kemasyhuran
itu.
[Pidato HUT Proklamasi,
1963]
• Firman Tuhan inilah
gitaku, Firman Tuhan inilah harus menjadi pula
gitamu: "Innallaha
la yu ghoiyiru ma bikaumin, hatta yu ghoiyiru ma
biamfusihim"
"Tuhan tidak merobah nasibnya sesuatu bangsa, sebelum
bangsa itu merobah
nasibnya.
[Pidato HUT Proklamasi,
1964]
• Berjuanglah,
berusahalah, membanting tulang, memeras keringat,
mengulur-ngulurkan
tenaga, aktip, dinamis, meraung, menggeledek,
mengguntur, dan selalu
sungguh-sungguh, tanpa kemunafikan, ichlas
berkorban untuk cita-cita
yang tinggi.
[Pidato HUT Proklamasi,
1964 ]
• Karena itu hai Bangsa
Indonesia, janganlah kita mencari kepeloporan
mental pada orang lain.
Carilah kepeloporan mental itu pada diri
Beograd. Carilah Beograd
konsepsi-konsepsimu Beograd. Freedom to
be free ! Freedom to be
free !
[Pidato HUT Proklamasi,
1964]
• Asal kita setia kepada
hukum sejarah dan asal kita bersatu dan
memiliki tekad baja, kita
bisa memindahkan gunung Semeru atau
gunung Kinibalu
sekalipun.
[Pidato HUT Proklamasi,
1965]
• Abraham Lincoln,
berkata: "one cannot escape history, orang tak dapat
meninggalkan
sejarah", tetapi saya tambah : "Never leave history".
inilah sejarah
perjuangan, inilah sejarah historymu. Peganglah teguh
sejarahmu itu, never
leave your own history! Peganglah yang telah kita
miliki sekarang, yang
adalah AKUMULASI dari pada hasil SEMUA
perjuangan kita di masa
lampau. Jikalau engkau meninggalkan sejarah,
engkau akan berdiri di
atas vacuum, engkau akan berdiri di atas
kekosongan dan lantas
engkau menjadi bingung, dan akan berupa
amuk, amuk belaka. Amuk,
seperti kera kejepit di dalam gelap.
[Pidato HUT Proklamasi,
1966]
• Memberikan selfrespect
kepada Bangsa Beograd, memberikan
selfconfidence kepada diri
Bangsa Beograd, memberikan kesanggupan
untuk Berdikari, adalah
mutlak perlu bagi tiap-tiap bangsa, di sudut
dunia manapun, di bawah
kolong langit manapun.
[Pidato HUT Proklamasi,
1966]
• Janganlah melihat ke
masa depan dengan mata buta! Masa yang
lampau adalah berguna
sekali untuk menjadi kaca-mata benggalanya
dari pada masa yang akan
datang.
[Pidato HUT Proklamasi,
1966]
• Karena itu segenap jiwa
ragaku berseru Kepada bangsaku Indonesia :
"Terlepas dari
perbedaan apapun, jagalah Persatuan, jagalah Kesatuan,
jagalah Keutuhan! Kita
sekalian adalah machluk Allah! Dalam
menginjak waktu yang akan
datang, kita ini se-olah-olah adalah
buta.
[Pidato HUT Proklamasi,
1966]
• Apakah kelemahan kita :
"Kelemahan jiwa kita ialah, kita kurang
percaya kepada diri kita
sebagai bangsa, sehingga kita menjadi bangsa
penjiplak luar negeri,
kurang mempercayai satu sama lain, pada hal
kita ini asalnya adalah
Rakyat Gotong Royong.
[Pidato HUT Proklamasi,
1966]
• Pancasila kecuali suatu
Weltanschauung adalah alat pemersatu, dan
siapa tidak mengerti
perlunya persatuan dan siapa tidak mengerti
bahwa kita hanya dapat
merdeka dan berdiri tegak merdeka jikalau kita
bersatu, siapa yang tidak
mengerti itu, tidak akan mengerti Panca Sila.
[Pancasila sebagai dasar
negara ]
• Ada orang berkata, pada
waktu Bung Karno mempropagandakan
Pancasila, pada waktu itu
ia menggalinya kurang dalam. Tapi saya
terus terang katakan
"Saya menggalinya dari empat saf : Saf pra Hindu,
saf Hindu, saf Islam dan
saf Imperialis."
[Pancasila sebagai dasar
negara hlm. 42 ]
• Ke Tuhanan Yang Maha
Esa, Kebangsaan, Peri Kemanusiaan,
Kedaulatan Rakyat,
Keadilan Sosial. Dari zaman dahulu sampai zaman
sekarang ini, yang nyata
selalu menjadi isi daripada jiwa bangsa
Indonesia.
[Pancasila sebagai dasar
negara hlm. 38]
• Bagaimana seluruh
rakyat Indonesia pada garis besarnya ? Kalau pada
garis besarnya telah saya
gogo, saya selami, rakyat Indonesia ini
percaya kepada Tuhan.
[Pancasila sebagai dasar
negara hlm. 49]
• Kalau Saudara tanya
kepada saya personlijk apakah Bung Karno betulbetul
percaya kepada agama
Islam. Saya percaya kepada adanya
Tuhan.
[Pancasila sebagai dasar
negara hlm. 48]
• Kita, sayapun adalah
orang Islam, maaf beribu maaf, ke-Islaman saya
jauh belum sempurna,
tetapi kalau saudara-saudara membuka saya
punya dada, dan mellhat
saya punya hati, tuan-tuan akan dapati tidak
lain tidak bukan hati
Islam. Dan hati Islam Bung Karno ini, ingin
membela Islam dalam
mufakat, dalam musyawarah. Dengan mufakat
kita perbaiki segala hal
juga keselamatan agama, yaitu dengan jalan
pembicaraan atas
permusyawaratan dalam Badan Perwakilan Rakyat.
[Pidato lahirnya
Pancasila, 1 Juni 1945]
• 1. Pancasila, as the
sublimation of Indonesia's unity of soul.
2. Pancasila, as the manifestation
of the unity the Indonesian nation's
and territory.
3. Pancasila, as
WELTANSCHAUUNG in the Indoneslan nation's way
of life, nationallty and
internationally.
[Kata Pengantar Bung
Karno dalam buku Lahirnya Pancasila, edisi
Bahasa Inggeris, 1 Juni 1964
hlm. 5]
• I am not a maker of
Pancasila. I am not a creator of Pancasila. I merely
put into words some
feelings existing among people, to which I gave
the name of Pancasila. I
dug in the ground of the Indoneslan people
and I saw in the heart of
the Indonesian nation that there were five
feelings there .... I
formulated what we know to day as Pancasila. I
merely formulated it
because these five feelings had already lived for
scores of years, even
hundreds of years in our innen most hearts.
[Kata Pengantar Bung
Karno dalam buku Lahirnya Pancasila, edisi
Bahasa Inggeris, 1 Juni
1964 hlm. 43]
• Saya berjuang sejak
tahun 1918 sampai dengan 1945 sekarang ini
untuk Weltanschauung.
Untuk membentuk Nasionalistis Indonesia,
untuk kebangsaan
Indonesia, untuk kebangsaan Indonesia yang hidup
di dalam peri
kemanusiaan, untuk permusyawaratan, untuk socialrecht-
vaardigheid, untuk
Ketuhanan. Pancasila itulah yang berkobarkobar
di dalam dada saya
berpuluh tahun.
[Pidato Lahirnya
Pancasila, 1 Juni 1945]
Tentang Sukarno
• .... di dalam cita-cita
politikku, aku ini seorang nasionalis, dalam citacita
sosialku aku ini
sosialis, di dalam cita-cita sukmaku aku ini sama
sekali theis. Sama sekali
percaya kepada Tuhan, sama sekali ingin
mengabdi kepada Tuhan.
[Kepada bangsaku]
• Ya., saya tahu bahwa
saya sering dicemooh orang yang tidak senang
kepada saya, bahwa saya
adalah katanya "manusia perasan", gevoelsmens,
dan bahwa saya di dalam
politik terlalu bersifat "manusia seni",
terlalu bersifat artis.
Alangkah senangnya saya dengan cemoohan itu!
Saya mengucapkan syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, bahwa
saya dilahirkan dengan
sifat-sifat gevoels-mens dan artis, dan saya
bangga bahwa Bangsa
Indonesia pun adalah satu "Bangsa perasaan"
(satu gevoelsvolk)
dan Bangsa Artis - satu artisenvolk.
[Pidato HUT Proklamasi,
1963]
• Semua orang tahu bahwa
aku ini penggemar seni rupa, baik patung,
lukisan-lukisan maupun
yang lain-lain. Aku lebih suka lukisan
Samudera yang
gelombangnya memukul-mukul, menggebu-gebu, dari
pada lukisan sawah yang
adem-ayem-tentrem, "kadyo siniram wayu
sewindu lawase".
[Pidato HUT Proklamasi,
1964]
• Oemar Said
Tjokroaminoto berumur 63 tahun ketika aku datang ke
Surabaya. Pak Tjokro
mengajarkan tentang apa dan siapa dia, bukan
tentang apa yang ia
ketahui ataupun tentang apa jadinya aku kelak.
[Bung Karno penyambung
lidah rakyat, hlm. 52 ]
• Dr. Douwe Dekker,
Setiabudi ketika umurnya sudah 50 tahun
menyampaikan kepada
partainya N.I.P. "Umur saya semakin lanjut,
dan bila datang saatnya
saya akan mati bahwa adalah kehendak saya
supaya Sukarno yang
menjadi pengganti saya. Anak muda ini, akan
menjadi Juru Selamat dari
rakyat Indonesia di masa yang akan datang".
[Bung Karno penyambung
lidah rakyat, hlm. 67]
• Men kan niet
onderwijzen wat men wil, men kan niet, onderwijzen wat
men weet, men kan alleen
onderwijzen wat men is.
Orang tidak bisa
mengajarkan apa yang ia mau, orang tidak bisa
mengajarkan apa yang ia
tahu, orang hanya bisa mengajarkan apa ia
adanya.
[Di bawah bendera
revolusi, hlm. 514 ]
• Demokrasi kita harus
kita jalankan adalah Demokrasi Indonesia,
membawa kepribadian
Indonesia.
[Pancasila sebagai dasar
negara hlm. 105
• Parlementaire Demokrasi
adalah ideologi politik dari pada Kapitalisme
yang sedang naik.
[Pancasila sebagai dasar
negara hlm. 91 ]
• Aku bersemboyan; Biar
melati dan mawar dan kenanga dan cempaka
dan semua bunga mekar
bersama di taman sari Indonesia.
[Pidato HUT Proklamasi,
1964]
• Ramalan kedua dari Pak
Tjokro, satu malam di tengah keluarga, die
berbicara, "Ikutilah
anak ini dia diutus oleh Tuhan untuk menjadi
Pemimpin Besar
Kita":
[Bung Karno penyambung
lidah rakyat, hlm. 68]
• Pada satu waktu saya
sampai kepada suatu saat memerlukan satu nama
umum bagi semua yang
kecil-kecil ini. Ya buruh, ya tani, ya pegawai,
ya nelayan dan
lain-lainnya, semuanya tidak ada yang besar, melainkan
kecil-kecil semuanya.
Lantas saya beri nama kepada semuanya itu
Marhaen!.
[Pancasila sebagai dasar
negara hlm. 25 ]
• Ilmu hanyalah ilmu
sejati, jikalau ilmu itu ialah untuk membawa
kebahagiaan kepada
manusia.
[Menggali api Pancasila,
hlm. 15]
• Aku ini bukan apa-apa
kalau tanpa rakyat. Aku besar karena rakyat,
aku berjuang karena
rakyat dan aku penyambung lidah rakyat.
[Menggali api Pancasila,
hlm. 11]
• Seringkali aku merasakan
badanku seperti akan lemas, nafasku akan
berhenti, apabila aku
tidak bisa keluar dan bersatu dengan rakyat jelata
yang melahirkanku.
[Bung Karno penyambung
lidah rakyat, hlm. 13 ]
• Dan saya sadar sampai
sekarang ini, "the service of freedom is a
deathless service". Badan
manusia bisa hancur ...., tapi ia punya
"service of
freedom" tidak bisa ditembak mati.
[Kata-Kata Pribadi
Presidan Sukarno Dalam Sidang MPRS Ke-IV
1966]
Tentang wanita
• Tetapi pikiran saya
melayang, melayang memikirkan satu soal-soal W
a n i t a. Kemerdekaan!
Bilakah Sarinah-Sarinah mendapat
kemerdekaan! Tetapi, ya
kemerdekaan yang bagaimana? Kemerdekaan
yang di kehendaki oleh
pergerakan feminismekah, yang hendak,
menyamaratakan perempuan
dalam segala hal dengan laki-laki?.
Kemerdekaan ala Kartini?
Kemerdekaan ala Chalidah Hanum?
Kemerdekaan ala
Kollontay?
[Sarinah, hlm. 8]
• Sesungguhnya kita harus
belajar insaf, bahwa soal masyarakat dan
Negara adalah soal
laki-laki dan perempuan, soal perempuan dan lakilaki.
Dan soal perempuan adalah
suatu soal masyarakat dan negara.
[Sarinah, hlm. 14]
• Dan kemanusiaan akan
terus pincang, selama saf yang sstu menindas
saf yang lain. Harmoni
hanya dapat tercapai, kalau tidak ada saf satu di
atas yang lain, tetapi
dua "saf" itu sama derajat, berjajar yang satu
dengan yang lain, yang
satu memperkuat yang lain. Tetapi masingmasing
menurut kodratnya
Beograd.
[Sarinah, hlm. 15]
• Kaum laki-laki marilah
kita memikirkan soal ini. Dan marilah kita ikut
memikirkan soal perempuan
sebab di dalam masyarakat sekarang ini,
saya melihat bahwa
kadang-kadang kaum laki-laki terlalu main Yang
Dipertuan di atas
soal-soal yang mengenai perempuan.
[Sarinah, hlm. 14]
• Tiada masyarakat
manusia satupun dapat berkemajuan, kalau lakiperempuan
yang satu tidak membawa
yang lain, karenanya janganlah
masyarakat laki-laki
mengira, bahwa ia dapat maju subur, kalau tidak
dibarengi oleh kemajuan
masyarakat perempuan pula.
[Sarinah, hlm. 17]
• Janganlah laki-laki
mengira, bahwa bisa ditanam suatu kultur yang
sewajar-wajarnya kultur,
kalau perempuan dihinakan di dalam kultur
itu.
[Sarinah, hlm. 17]
• Atau benar pula
perkataan Baba O´llah, yang menulis bahwa: "laki-laki
dan perempuan adalah
sebagai dua sayapnya se-ekor burung. Jika dua
sayap itu sama kuatnya,
maka terbanglah burung itu sampai kepuncak
yang setinggi-tingginya;
jika patah satu dari pada dua sayap itu, maka
tak dapatlah terbang
burung itu sama sekali."
[Sarinah, hlm. 17/18]
• Sungguh benar perkataan
Charles Fourier kalau ia mengatakan: "bahwa
tinggi rendahnya tingkat
kemajuan suatu masyarakat, adalah ditetapkan
oleh tinggi rendahnya
tingkat kedudukan perempuan di dalam
masyarakat itu".
[Sarinah, hlm. 17]
• Manakala patriarchat
sekarang ini membawa ketidak adilan masyarakat
kepada kaum perempuan,
maka Matriarchat membawa ketidak adilanmasyarakat
kepada kaum laki-laki.
Masyarakat tidak terdiri dari kaum
laki-laki saja, dan tidak
pula dari kaum perempuan saja.
Masyarakat adalah terdiri
dari kaum laki-laki dan perempuan, dari
kaum perempuan dan kaum
laki-laki. Tak sehatlah masyarakat itu,
manakala salah satu pihak
menindas kepada yang lain, tak peduli fihak
mana yang menindas dan
tak peduli fihak mana yang tertindas.
Masyarakat itu hanyalah
sehat, manakala ada perimbangan hak dan
perlakuan antara kaum
laki-laki dan perempuan yang sama tengahnya,
sama beratnya, sama
adlinya.
[Sarinah, hlm. 41]
• Saya bukan pecinta
matriachat, saya adalah pecinta patriarchat bukan
karena saya seorang laki-
laki, akan tetapi ialah karena kodrat alam
menetapkan patriarchat
lebih utama dari Matriarchat. Kodrat
menetapkan hukum
keturunan lebih selamat dengan hukum perbapaan.
[Sarinah, hlm. 41]
• Saya pecinta
patriarchat, tetapi hendaklah patriarchat, itu satu
patriarchat yang adil,
satu patriarchat yang tidak menindas kepada
kaum perempuan, satu
patriarchat yang tidak mengekses kepada
kezaliman laki-laki di
atas kaum perempuan. Satu patriarchat yang
"parental".
[Sarinah, hlm. 41]
• Maha bijaksana Allah
dan Nabi yang menetapkan patriarchat sebagai
sistem kemasyarakatan
yang cocok dengan kodrat alam, tetapi maha
piciklah sesuatu orang
yang tak mengerti akan "h i k m a h" patriarchat
itu, dan lantas membuat
agama menjadi satu alat kezaliman dan
penindasan.
[Sarinah, hlm. 42]
• Laki-laki hanya
terjepit sebagai machluk-sosial saja di dalam
masyarakat sekarang ini,
tetapi perempuan aadalah terjepit sebagai
machluk sosial dan
sebagai machluk per-seksean.
[Sarinah, hlm. 24/25]
• Bagaimanakan masyarakat
yang tuan cita-citakan? Saya menjawab: "di
dalam masyarakat yang
saya cita- citakan itu tiap-tiap orang laki-laki
bisa mendapat isteri,
tiap-tiap orang perempuan bisa mendapat suami.
Ini kedengarannya mentah
sekali, tuan barangkali akan tertawa, atau
mengangkat pundak, tetapi
renungkanlah hal itu sebentar dengan
mengingat keterangan saya
di atas tadi, dan kemudian katakanlah, apa
saya tidak benar? di
dalam masyarakat yang "struggle for life" tidak
seberat sekarang ini, dan
di mana pernikahan selalu mungkin, niscaya
"persundalan"
boleh dikatakan lenyap, prostitusi menjadi luar biasa dan
bukan suatu kanker sosial
yang permanent yang banyak-korbannya.
[Sarinah, hlm. 23/24]
• Soal perempuan bukanlah
soal buat perempuan saja, tetapi soal
masyarakat, soal
perempuan dan laki-laki. Dan sungguh soal
masyarakat dan Negara
yang amat penting.
[Sarinah, hlm. 15]
• Sejarah perempuan
adalah bergandengan dengan laki-laki, soal
perempuan tak dapat
dipisahkan dari soal laki-laki.
[Sarinah, hlm. 40]
• Bukan lagi
"kepribadiannya" wanita yang kini menentukan hidupnya,
tetapi kecantikannya,
kejelitaan, "sex-appealnya". Keelokannya itu kini
menjadi senjata ekonomi,
fungsi kelaminnya itu menjadi fungsi
ekonomi.
[Sarinah, hlm. 67]
• Tiga sifat/hal yang
dituntut dari seorang wanita yang sejati lalah: ya
ibu, ya isteri, ya kawan
seperjuangan (kawan hidup di dalam
masyarakat). Jikalau
wanita bisa mengumpulkan tiga hal ini, baru
dapat disebut wanita
sempurna.
[Pidato Hari Ibu 22 Desember
1960]
• Wanita itu, seperti
kata pemimpin wanita Henriete Roland Holst van
der Schalk: "Wanita
itu seperti seekor keledai yang menarik dua
kereta". Bebannya
dua, bukan satu. Beban di masyarakat, dan beban di
rumah tangga. Wanita
tidak bisa menjadi manusia masyarakat saja.
Wanitapun ingin menjadi
manusia rumah- tangga, ingin menjadi
manusia ibu, ingin
menjadi manusia-isteri."
[Pidato Hari Ibu 22
Desember 1960]
• Wahai wanita Indonesia,
buat engkaulah kitabku, buat engkaulah aku
goyangkan pena,
kadang-kadang di bawah sinar lilin sampai jauh di
waktu malam! Sadarlah,
bangunlah, bangkitlah, berjuanglah menurut
petunjuk-petunjuk yang
kuberikan itu. Berjuanglah, bangkitlah
sehebat-hebatnya, sebagai
tadipun telah kukatakan, "tiada orang lain
dapat menolong wanita,
melainkan wanita Beograd."
[Sarinah, hlm. 326]
• Janganlah tergesa-gesa
meniru cara modern atau cara Eropa, jangan
juga terikat oleh rasa
konservatif atau rasa sempit, tetapi cocokkanlah
semua barang dengan
kodratnya. Inilah kata perakataan Ki Hadjar
Dewantara.
[Sarinah, hlm. 4]
• Orang Inggeris ada
mempunyai syair yang bunyinya: Man works from
rise to set-of sun.
Woman's work is never done. Laki-laki kerja dari
matahari terbit sampai
terbenam. Perempuan kerja tiada hentinya siang
dan malam. Ini syair
adalah jitu sekali buat menggambarkan beban
perempuan itu.
[Sarinah, hlm. 77]
• Wanita Indonesia,
kewajibanmu telah terang ! Sekarang ikutlah, sertamutlak
dalam usaha menyelamatkan
Republik dan nanti jika Republik
sudah selamat, ikutlah
serta-mutlak dalam usaha menyusun Negara
Nasional.
[Sarinah, hlm. 328]
• Janganlah ketinggalan
dalam Revolusi Nasional ini dari awal sampai
akhirnya, dan jangan
ketinggalan pula nanti di dalam usaha menyusun
masyarakat
keadilan-sosial dan kesejahteraan-sosial. di dalam
masyarakat keadilan
sosial dan kesejahteraan sosial itulah engkau nanti
menjadi wanita yang
Merdeka!.
[Sarinah, hlm. 329]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar